Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera,
Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera
Selatan.
Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung, yang
merupakan gabungan dari kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung
memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan.
Pelabuhan utamanya bernama Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni
serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan, dan
Kalianda di Teluk Lampung. - berikut adalah cerita tentang sibugu yang
pandir :
Si Bugu adalah seorang pemuda pandir yang tinggal di sebuah kampung
di daerah Lampung. Ia disebut pandir karena daya berpikirnya yang
sangat lemah. Meskipun demikian, si Bugu pada akhirnya mampu menjadi
raja dan memiliki seorang permaisuri yang cantik jelita. Bagaimana
pemuda pandir itu bisa menjadi raja? Ikuti kisahnya dalam cerita Si
Bugu yang Pandir berikut ini!
Dahulu, di suatu kampung di Lampung, ada seorang pemuda pandir bernama
si Bugu. Ia tinggal bersama ibunya sebuah gubuk yang terletak di
pinggir hutan. Sehari-hari ia membantu ibunya bercocok tanam di ladang
peninggalan ayahnya. Hasilnya pun cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka.
Suatu hari, si Bugu bersama ibunya sedang duduk di depan gubuk. Sang
Ibu sedang menambal pakaian si Bugu yang sudah bolong. Sementara si
Bugu yang pandir itu sedang asyik menggores-gores tanah dengan sebatang
ranting kayu kering. Saat si Bugu sedang asyik, tiba-tiba ibunya
berkata kepadanya.
“Bugu, anakku. Bukankah kamu sudah dewasa? Alangkah baiknya jika kamu
mencari seorang gadis untuk kamu jadikan istri!” ujar ibu Bugu.
Tanpa berkata-kata, Bugu langsung menuruti nasehat ibunya. Namun,
setiap gadis yang ia temui, tidak seorang pun yang bersedia menikah
dengannya. Dengan perasaan kecewa, ia pulang ke rumah untuk mengadukan
nasibnya kepada sang Ibu.
“Ibu, aku sudah berusaha, tapi semua gadis yang kutemui menolak,” keluh si Bugu.
“Jangan putus asa, anakku,” ujar sang Ibu, “Teruslah mencoba, siapa
tahu ada yang mau menerimamu. Besok, jika kamu menemukan seorang gadis
dan ia hanya diam, itu tandanya setuju.”
“Baik, Bu,” jawab si Bugu.
“Hari sudah sore, Nak. Sebaiknya, kamu mandi dan istirahat dulu. Besok kamu bisa mencoba lagi,” ujar ibunya.
Bugu pun menuruti nasehat ibunya. Keesokan harinya, pemuda pandir itu
kembali melanjutkan pencarian jodohnya. Ketika ia menyusuri sebuah
jalan yang sepi, tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang tergeletak
di pinggir jalan. Ia pun langsung menanyai gadis itu, namun tidak
menjawab.
“Gadis ini hanya diam saja. Berarti dia pasti mau menjadi istriku,” gumam si Bugu dengan perasaan senang.
Dikiranya gadis itu sedang tidur untuk melepas, padahal ia sudah
meninggal dunia karena terjatuh. Tanpa berpikir panjang, si Bugu pun
mengangkat gadis itu pulang ke rumahnya. Betapa senangnya hati ibunya
ketika ia sampai di rumah.
“Bu, Anakku. Ternyata kamu berhasil juga menemukan jodohmu,” ujar ibunya tanpa memperhatikan keadaan gadis itu.
Sementara itu, si Bugu langsung membawa gadis itu ke dalam kamarnya.
Ketika hari sudah sore, sang Ibu ingin menemui gadis itu. Namun, ia
mengurungkan niatnya karena mengira gadis itu sedang beristirahat. Ia
tidak ingin mengganggunya. Hingga tengah malam, ibu Bugu terus menunggu
gadis itu keluar dari dalam kamar.
“Kenapa gadis itu mengurung diri terus di dalam kamar?” gumam ibu Bugu.
Rupanya, ibu Bugu sudah kuat menahan rasa kantuk hingga ia pun
terlelap. Saat terbangun pada pagi harinya, tiba-tiba ia mencium bau
busuk yang amat menyengat dari dalam kamar. Oleh karena penasaran,
janda itu pun memberanikan diri masuk ke dalam kamar. Betapa
terkejutnya ia saat melihat tubuh gadis itu terbujur kaku dan berbau
busuk.
“Buguuu… Buguuu… ternyata gadis yang kamu bawa itu sudah meninggal,” gumam ibu Bugu sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Perempuan tua itu pun segera menemui anaknya.
“Bugu, rupanya kamu membawa mayat ke rumah ini. Gadis itu berbau busuk.
Itu artinya ia sudah sudah meninggal dunia,” ungkap ibu Bugu.
“Oh, begitu,” jawab Bugu dengan lugunya.
Akhirnya, Bugu dan ibunya segera mengubur mayat gadis itu. Begitu usai mengubur gadis itu, tiba-tiba ibunya kentut.
“Aduh, Ibu bau sekali. Rupanya Ibu sudah mati juga,” kata Bugu.
Pemuda pandir itu langsung mengangkat ibunya untuk dikubur. Ibunya pun
meronta-ronta lalu pergi meninggalkan Bugu. Tak berapa lama kemudian,
kini giliran Bugu yang kentut.
“Hmm… aku bau sekali. Berarti aku juga sudah mati,” gumam Bugu, “Tapi, siapa yang akan menguburku?”
Bingung karena tidak orang yang menguburnya, Bugu kemudian terjun ke
sungai dan terus menyelam. Namun karena tidak tahan di dalam air, ia
pun segera mengapung. Saat itu, ia melihat seorang pria yang sudah
dikenalnya. Namun, pria yang bernama Bakhetih itu rupanya seorang
pencuri. Saat itu Bakhetih sedang berdiri di bawah pohon mangga di tepi
sungai. Bugu lalu menghampirinya.
“Hai, Bakhetih. Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya Bugu.
“Aku sedang menunggu mangga jatuh, Bugu,” jawab Bakhetih.
Akhirnya, Bakhetih pun mengajak Bugu ikut bersamanya pergi mencuri.
Mula-mula Bugu diajak mencuri ayam karena ia amat menyukai hati ayam.
Namun, Bugu menolak.
“Aku ingin hati yang lebih besar,” kata Bugu.
“Baiklah, kalau begitu. Sebaiknya kita mencuri kerbau saja,” ujar Bakheti.
Malam harinya, kedua orang itu mendatangi rumah seorang warga untuk
mencuri kerbau. Namun, ketika hendak mengeluarkan kerbau itu dari
kandangnya, tiba-tiba Bugu batuk-batuk sehingga kehadiran mereka
ketahuan oleh si pemilik kerbau. Rencana mereka pun gagal.
Malam berikutnya, Bakhetih menyuruh si Bugu seorang diri untuk mencuri
uang di istana raja. Sebelum ia pergi, Bakheti berpesan kepadanya.
“Bugu, ketahuilah bahwa ciri-ciri uang itu adalah berat, licin jika dipegang, dan berbunyi jika dipukul!” ujar Bakhetih.
“Baik, Bakheti,” jawab si Bugu.
Setelah itu, berangkatlah si Bugu ke istana raja. Sesampai di sana, ia
pun berhasil menyelinap masuk ke dalam kamar tempat penyimpanan uang
raja melalui loteng. Karena suasana gelap, Bugu pun meraba dan
merasakan ada benda menonjol dan licin.
“Benda ini pasti uang,” pikirnya.
Untuk menyakinkan dirinya bahwa benda itu adalah benar-benar uang, si Bugu memukul-mukul benda itu.
“Ting…. Ting… Ting…!!!” demikian suara uang logam itu.
Karena suaranya nyaring sekali, penjaga kamar yang sedang terlelap pun
terbangun. Tak ayal, aksi Bugu pun ketahuan dan akhirnya ditangkap. Ia
kemudian dilaporkan kepada sang Raja.
“Cepat masukkan ke dalam pencuri itu!” titah sang Raja.
Malam itu juga, si Bugu dimasukkan ke penjara. Pada esok harinya, raja
memerintahkan kepada pengawalnya untuk memberi hukuman mati kepada si
Bugu.
“Bawa pemuda itu ke hutan dan bakarlah dia!” titah sang Raja.
Bugu pun dibawa ke hutan oleh beberapa pengawal istana. Setiba di
hutan, Bugu diikat di sebatang pohon. Sementara para pengawal pergi
mencari kayu bakar. Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba seorang
pedagang lewat dan bertanya kepada Bugu.
“Hai, kenapa kamu diikat seperti itu?” tanya pedagang itu.
“Saya sedang berobat, Tuan. Pinggang saya sekali karena terlalu sering berdagang,” jawab Bugu.
Rupanya, pedagang itu terpengaruh oleh ucapan si Bugu. Ia pun ingin berobat seperti halnya si Bugu.
“Kalau begitu, bolehkah saya ikut berobat? Pinggang saya sakit sekali,” pinta pedagang itu.
“Tentu, Tuan,” jawab si Bugu, “Tapi, lepaskan dulu tali ini!”
Akhirnya, pedagang itu melepaskan tali ikatan Bugu. Setelah itu, ia
diikat di batang pohon itu menggantikan si Bugu. Sementara itu, si Bugu
segera meninggalkan tempat itu.
Selang beberapa saat kemudian, para pengawal telah kembali. Tanpa
memperhatikan tawanannya, mereka langsung menimbuni pedagang itu dengan
kayu lalu membakarnya. Pedagang itu pun akhirnya tewas karena hangus
terbakar.
Sementara itu, si Bugu kembali ke istana untuk membalas dendam kepada
Raja. Alangkah terkejutnya sang Raja saat melihat si Bugu masih hidup.
“Hai, anak muda. Kenapa kamu masih hidup? Bukankah seharusnya kamu sudah mati terbakar?” tanya raja dengan heran.
“Benar, Baginda. Hamba memang sudah mati dibakar, tapi para bidadari
mengangkat hamba ke kahyangan. Di sana hamba bertemu dengan kerabat
Baginda. Mereka sangat rindu dan ingin bertemu dengan Baginda,” kata si
Bugu, “Tapi, Baginda harus mati dulu dengan cara membakar diri.”
“Benarkah begitu, wahai anak muda?” tanya sang Raja seolah-olah tidak percaya.
“Benar, Baginda. Silakan saja jika Baginda Raja ingin ke kahyangan menemui mereka!” ujar si Bugu.
Sang Raja pun ingin sekali ke kahyangan untuk menemui kerabatnya. Ia
lalu membakar diri hingga akhirnya tewas. Melihat peristiwa itu,
permaisuri raja amat sedih. Si Bugu pun berusaha menenangkan hatinya.
“Sudahlah, Permaisuri! Restuilah kepergian Baginda, semoga hidupnya tenang di surga,” ujar si Bugu.
“Bagaimana dengan kerajaan ini?” tanya permaisuri bingung.
“Tenang, Permaisuri! Selama Baginda berada di surga, saya diminta
menggantikannya sebagai raja dan engkau menjadi permaisuriku,” ujar si
Bugu.
Sang Permaisuri pun tak kuasa menolak kenyataan itu. Maka, sejak itulah
si Bugu menjadi raja dan kemudian mengangkat Bakhetih si pencuri
menjadi pengantar surat istana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar